Stakeholder Harus Awasi Pelaksanaan UU Jasa Konstruksi

MedanBisnis – Medan. Pendiri Himpunan Ahli Struktur Tahan Angin dan Gempa (Hastag) Indonesia Martono Anggusti mengajak seluruh stakeholder agar aktif mengawasi pelaksanaan Undang-Undang (UU) No 18/1999 tentang Jasa Konstruksi. Peranan stakeholder penting demi menjamin terciptanya iklim usaha jasa konstruksi yang kondusif dan produk yang dihasilkan memuaskan semua pihak terkait.
Seruan untuk mengawasi penerapan UU Jasa Konstruksi terungkap melalui siaran pers yang dikirim Martono Anggusti kepada redaksi Harian MedanBisnis, baru-baru ini. Sekadar diketahui, Hastag Indonesia didirikan 31 Maret 2010 di Medan sesuai akta No 63 yang dibuat notaris Yanty Sulaiman Sihotang SH.

Dalam siaran persnya Martono Anggusti memaparkan visi dan missi Hastag. Visi Hastag antara lain menjadi organisasi profesi yang mandiri dan profesional dalam bidang perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan struktur tahan angin dan gempa. Sedangkan missi Hastag di antaranya menciptakan dan menumbuhkan kepedulian standarisasi peraturan-peraturan pelaksana struktur, khususnya struktur tahan angin dan gempa.

Kemudian, memajukan norma-norma yang baik dalam melaksanakan tugas pembangunan yang jujur, menyediakan forum diskusi mengenai hal yang berkenaan dengan struktur tahan angin dan gempa untuk kepentingan umum yang bebas dari unsur SARA. Kemudian, mendorong ahli struktur, khususnya ahli struktur tahan angin dan gempa untuk meningkatkan profesionalisme dan norma etika tinggi menjalankan profesi pelayanan umum dan/atau usaha pembangunan struktur serta melakukan standarisasi profesi pelaksana dan/atau penanggung-jawab struktur dan mengembangkan dan meningkatkan ilmu teknik struktur struktur tahan angin dan gempa.

Dikatakan Martono, kewajiban masyarakat untuk mengawasi dan turut serta mencegah pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepentingan umum tertuang pada Bab VII bagian pertama pasal 29 dan 30.

Dalam upaya mewujudkan komitmennya mengembangkan ilmu struktur, khususnya di Kota Medan Hastag telah dua kali menggelar seminar dan pameran. Kegiatan terakhir 7-8 April 2011 bertajuk “Aplikasi Terkini Dalam Tata Cara Perencanaan Pelaksanaan, Pengawasan untuk Bangunan & Struktur Lainnya”. Kegiatan ini menampilkan 11 pembicara dari dalam dan luar negeri.

Dikatakan Martono, untuk mewujudkan UU Jasa Konstruksi pelaku usaha jasa konstruksi mengharapkan kebijakan yang transparan, keseimbangan/keselarasan hak dan kewajiban antara penyedia jasa dan pengguna jasa, pengaturan tentang pengawasan masyarakat dan sanksi-sanksinya.

Mengutip bunyi Bab VI pasal 25 dan 26 Martono juga menyebut, pengguna jasa dan penyedia jasa bertanggung-jawab atas kegagalan bangunan terhitung sejak penyerahan pekerjaan konstruksi dan maksimal 10 tahun yang dinilai penilai ahli dari pihak ketiga.

Martono juga mengungkap beberapa bagian penting UU No 18/1999 di antaranya, Bab I pasal 1 ayat 9,10 dan 11 menerangkan, perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, pengawas konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli di bidangnya.

Kemudian, perencana, pelaksana dan pengawas konstruksi harus memiliki izin, sertifikat, klasifikasi, kualifikasi. Hal tersebut untuk mengantisipasi kegagalan bangunan sekaligus kekecewaaan pengguna jasa.

Ditegaskan Martono, sesuai UU Jasa Kontruksi maka penyelengara pekerjaan konstruksi yang melanggar UU ini dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau pidana. Jika ditelisik lebih detil, menurut UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan, tenaga kerja yakni orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

Batas usia kerja di Indonesia yakni 15 hingga 64 tahun. Berdasarkan kualitasnya, tenaga kerja dibagi menjadi tiga yaitu, (1) tenaga kerja (naker) terdidik (pengacara, dokter, guru, para insinyur dan lain-lain), (2) naker terampil (apoteker, ahli bedah, mekanik dan lain-lain) dan (3) naker tidak terdidik (buruh, kuli, PRT dan lain-lain).

Kualitas naker di suatu negara sangat ditentukan tingkat pendidikan. Mayoritas naker di Indonesia tingkat pendidikannya rendah. Hal ini menyebabkan rendahnya produktivitas yang berpengaruh terhadap kualitas produksi barang dan jasa. Kegiatan bekerja merupakan salah satu kegiatan utama bagi setiap orang dalam usia kerja untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Agar dapat bekerja baik, setiap orang juga memerlukan dukungan kemampuan kerja yang baik pula. Pada hakekatnya, agar seorang atau sekelompok pekerja dapat bekerja secara sehat diperlukan upaya untuk menyelaraskan kemampuan kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja. Ketiga hal ini merupakan perhatian khusus oleh Hastag. (rel)

Diterbitkan Medan Bisnis Senin, 17 Oktober 2011.

Foto : Ilustrasi – sumber Internet